Surat pertama dari juz ‘amma yang akan kita selami kandungannya adalah surat an-Naba’ yaitu surat ke 78. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
1) عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ
“Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?” (QS An-Naba’ : 1)
Ayat ini turun sebagai bantahan terhadap orang-orang musyrikin, yang mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala namun mereka mengingkari adanya hari kiamat. Orang-orang musyrikin mengakui akan adanya pencipta, mereka mengenal Allah Subhanallahu wata’ala. Dalil-dalil bahwasanya orang-orang musyrikin mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala sangatlah banyak. Seperti firman Allah Subhanallahu wata’ala:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (QS Luqman : 25)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (61) اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (62) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (63)
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka mengapa mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya). (QS al-‘Ankabut : 61-63)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ (9)
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS Az-Zukhruf : 9)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (87)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka akan menjawab: “Allah”, maka mengapa mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS Az-Zukhruf : 87)
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
Katakanlah (Muhammad), “Milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ´Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (Al-Mukminun : 84-89)
Oleh karena itu, banyak diantara orang-orang musyrikin yang bernama Abdullah yang artinya hamba Allah Subhanallahu wata’ala. Demikian juga orang-orang musyrikin dahulu mereka berhaji sebagaimana kaum muslimin berhaji, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist-hadist yang shahih tentang bagaimana kaum musyrikin melaksankaan ibadah haji dan umrah. Hanya saja mereka mencampurkan haji mereka dengan syirik dan bid’ah tidak sebagaimana haji yang dilakukan oleh leluhur mereka yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salaam.
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,
كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ: لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، قَالَ: فَيَقُولُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَيْلَكُمْ، قَدْ قَدْ» فَيَقُولُونَ: إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ، يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ
“Kaum musyrikin berkata, “Labbaika laa syarika laka” (Ya Allah kami memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Celaka kalian, cukuplah, cukupkanlah!). Maka mereka (kaum musyrikin) berkata (dengan menambah), “illa syarikan huwa laka, tamlikuhu wamaa malaka” (Kecuali sekutu milikMu yang Engkau memilikinya dan ia tidak memiliki). Mereka mengucapkan hal ini sambil thawaf di ka’bah.” (HR. Muslim No. 1185)
Intinya adalah orang-orang musyrikin mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala, hanya saja mereka mengingkari adanya hari kebangkitan. Sehingga tatkala Nabi Shallahu ‘alaihi wassallam diutus oleh Allah Subhanallahu wata’ala dan mengingatkan kepada kaum musyrikin akan adanya hari kebangkitan seakan-akan beliau berkata, “Hai kalian kaum musyrikin yang terjerumus kedalam berbagai macam kemaksiatan, yang terjerumus kedalam berbagai macam kesyirikan, dan praktek-praktek perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala kalian akan dibangkitkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah kalian lakukan” maka ini menjadi buah bibir diantara mereka, mereka saling berbicara ada apa gerangan? Muhammad telah mengabarkan akan terjadinya hari kiamat. Seketika menjadi buah bibir yang hangat di kalangan mereka. Mereka bertanya-tanya mengapa hari kiamat bisa terjadi? Seakan-akan otak mereka tidak menerima akan adanya hari kiamat, mereka mengingkari bagaimana bisa manusia yang sudah meninggal dunia kemudian menjadi tulang-belulang bahkan tulang belulang tersebut sudah melumat dengan tanah tetapi masih bisa dibangkitkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala? Keheranan ini menimbulkan tanya diantara mereka. Inilah yang Allah Subhanallahu wata’ala sebutkan dalam Al Quran,
عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ “Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?”
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
2) عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ
“mereka bertanya tentang berita yang besar.” (QS An-Naba’ : 2)
An-Naba’ dalam bahasa arab artinya berita, yaitu berita yang penting yang sedang mereka bicarakan. Bahkan Allah Subhanallahu wata’ala sifatkan dalam hal ini dengan الْعَظِيمِ yaitu berita yang besar. Para ahli tafsir masa salaf memiliki 3 pendapat tentang makna firman Allah Subhanallahu wata’ala النَّبَإِ الْعَظِيمِ “tentang berita yang besar”
Apa yang dimaksud dengan berita yang besar ini? Sebagian salaf mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan berita yang besar tersebut adalah al–Qur‘an al-‘Adzim. Ini pendapat sebagian salaf bahwasanya yang mereka perselisihkan dan ingkari adalah Al-Qur’an al-Karim, karena Al–Quran adalah berita yang agung sebagaimana firman Allah:
قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ
Katakanlah: “Berita itu (yaitu al-Qur’an) adalah berita yang besar. (QS Shad : 67)
Mereka berselisih tentang al-Qur’an. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah sihir, ada pula yang mengatakan sya’ir, dan ada juga yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu adalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu.
Sebagian salaf yang lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan النَّبَإِ الْعَظِيمِ adalah kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka sangat mengingkari kenabian Muhammad. Meskipun mereka mengenal dan menggelari Nabi sebagai al-Amiin (orang yang sangat amanah dan terpercaya), akan tetapi mereka kaget dan tidak menduga bahwa Muhammad akan menyatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah.
Pendapat ketiga dari para salaf bahwa yang mereka ingkari dan mereka perdebatkan adalah hari kiamat atau hari kebangkitan setelah kematian. Kaum musyrikin mengingkari bahwa orang yang telah meninggal dunia akan dibangkitkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Adapun kematian maka kaum musyrikin tidaklah mengingkarinya, karena mereka telah melihat langsung bahwasanya orang hidup akan meninggal. Yang membuat mereka heran adalah bagaimana yang mati bisa dihidupkan kembali? Inilah yang mereka pertanyakan عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ yaitu tentang hari kiamat.
Apabila dicermati, konteks ayat yang Allah Subhanallahu wata’ala sebutkan setelah ayat ini berbicara tentang hari kebangkitan. Sehingga pendapat yang lebih kuat dari 3 pendapat ini bahwa yang dimakskud dengan النَّبَإِ الْعَظِيمِ “berita yang besar” adalah berita dahsyat tentang hari kebangkitan pada hari kiamat. Pendapat ketiga ini dipilih oleh Ibnu Jarir At-Thabari (lihat : Tafsir At-Thabari 7/24), al-Baghawi (lihat Tafsir Al-Baghawi 8/309), Ibnu Katsir (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/302), dan Asy-Syaukani (lihat Fathul Qodir). Meskipun sebagian ulama mengkompromikannya dengan menyatakan bahwa yang dimaksud denga النَّبَإِ الْعَظِيمِ adalah Al–Quran al-Karim yang di dalamnya disebutkan tentang adanya hari kebangkitan.
Diantara dalil yang menguatkan bahwasanya النَّبَإِ الْعَظِيمِ adalah hari kebangkitan, yaitu ayat setelahnya dimana Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan :
3) الَّذِي هُمْ فِيهِ مُخْتَلِفُونَ
“yang mereka perselisihkan tentang hal ini” (QS An-Naba’ : 3)
Diantara mereka (penduduk kota Mekah) terjadi perdebatan tentang suatu berita besar yang membuat mereka berselisih. Ada yang sekedar menyangka akan adanya hari kebangkitan namun tidak meyakini, ada yang meyakini akan adanya hari kebangkitan mereka itulah kaum muslimin, ada pula yang benar-benar mengingkari akan adanya hari kebangkitan yaitu dari kaum musyrikin arab. Kaum musyrikin arab lalu membodoh-bodohkan orang yang mengatakan akan adanya hari kiamat. Mereka berpendapat bagaimana bisa manusia yang sudah meninggal dunia kemudian menjadi tulang belulang, lalu lumat bercampur dengan tanah yang terkadang tidak bisa dibedakan mana tulang mana tanah saking hancurnya, kemudian dibangkitkan kembali oleh Allah Subhanallahu wata’ala?
Allah Subhanallahu wata’ala membantah persangkaan mereka dengan firmanNya :
4) كَلَّا سَيَعْلَمُونَ 5) ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
“sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Dan kemudian sekali-kali tidak, mereka akan mengetahui (kebenaran dari hari kebangkitan tersebut)” (QS An-Naba’ : 4)
Sekarang mereka mengingkari, tetapi kelak mereka akan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka dibangkitkan. Mereka akan menyaksikan dahsyatnya hari kiamat tersebut. Seakan-akan Allah Subhanallahu wata’ala menyatakan : “Mana akal kalian wahai kaum musyrikin? Apakah kalian menyangka bahwa kehidupan ini akan sirna begitu saja? Tidak ada hari kebangkitan dan tidak ada pembedaan? Kalian mengakui adanya Tuhan, kalian mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala, kalian percaya adanya pencipta, lantas kalian mengatakan pencipta tersebut hanya menciptakan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban di hari akhirat? Sehingga kalian menyangka tidak ada yang membedakan antara mana yang dzalim dan didzalimi, semua sama saja menjadi tanah tulang belulang, tidak ada hari pertanggung jawaban, tidak dibedakan antara kafir dan beriman, tidak akan dibedakan antara yang mendustakan dan yang membenarkan?” Sesungguhnya ini adalah pemikiran yang konyol, sikap seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh pencipta alam semesta yang Maha Hikmah dan Maha Bijak. Jika sikap seperti ini tidak layak dilakukan oleh seorang pemimpin dunia terhadap bawahannya apalagi Allah Subhanallahu wata’ala terhdap ciptaanNya.
Beriman kepada akhirat merupakan perkara yang sangat penting. Karena ini akan mempengaruhi perjalanan hidup manusia. Seorang yang beriman kepada Allah Subhanallahu wata’ala dan beriman bahwasanya dia akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala, akan nampak dampaknya dalam kehidupannya. Dia tahu bahwa setiap lafal yang dia ucapkan, setiap perbuatan yang dia kerjakan, akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Berbeda dengan seseorang yang tidak beriman akan hal ini, dia merasa bahwa dia tidak akan dibangkitkan. Sehingga dia akan melakukan segala kegiatan seenaknya karena dia merasa tidak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala.
Kemudian setelah itu Allah Subhanallahu wata’ala mulai menyebutkan tentang kenikmatan-kenikmatan yang Dia berikan kepada manusia untuk mengingatkan kaum musyrikin bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala adalah عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Maha Kuasa atas segala Sesuatu”, bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala mampu untuk membangkitkan para hamba. Allah Subhanallahu wata’ala menjelaskan bahwa penciptaan manusia adalah perkara yang ringan. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar (dahsyat) daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ghafir : 57)
Alam semesta ini luar biasa luasnya, luar biasa megahnya. Allah Subhanallahu wata’ala menciptakan ini semua dengan mudahnya, maka mudah pula bagi Allah Subhanallahu wata’ala untuk sekedar membangkitkan manusia yang sudah menjadi tulang belulang. Bukankah Allah Subhanallahu wata’ala telah menciptakan mereka sebelumnya dari ketiadaan?
Perkara ini (yaitu Allah menciptakan alam semesta) merupakan perkara yang diyakini oleh orang-orang musyrikin. Orang-orang musyrikin bukanlah dahriah -yaitu orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan-, akan tetapi kaum musyrikin mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala, hanya saja mereka mengingkari adanya hari kebangkitan, sehingga Allah Subhanallahu wata’ala menjelaskan kepada mereka :“jika kalian mengakui bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala lah yang telah menciptakan kalian, maka mengulangi penciptaan kalian lebih mudah perkaranya”. Diantara bentuk penjelasan Allah Subhanallahu wata’ala kepada mereka adalah Allah menjelaskan bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah Subhanallahu wata’ala, dan penciptaan alam semesta lebih dahsyat daripada penciptaan manusia.
Oleh karena itu, dari ayat yang ke-enam dan seterusnya Allah Subhanallahu wata’ala akan menyebutkan perkara-perkara yang berkaitan dengan penciptaan alam, diantaranya kenikmatan-kenikmatan yang Allah diberikan kepada orang-orang musyrikin. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
6) أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَاداً
“bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?” (QS An-Naba’ : 6)
Sebagian ahli tafsir menafsirkannya dengan مُمَهَّدًا (dipersiapkan), yaitu bukankah kami menjadikan bumi itu dalam kondisi telah dipersiapkan sehingga manusia mudah menempatinya, mudah untuk bercocok tanam, mudah untuk menjalani kehidupan?. Dalam sebagian qira’ah dibaca مَهْدًا yaitu kasur yang disiapkan untuk bayi agar bayi tersebut tidur di atasnya. Demikian pula Allah menyiapkan bumi ini dengan segala fasilitasnya agar mudah untuk ditempati oleh manusia.
Menciptakan bumi dalam kondisi dipersiapkan adalah perkara yang sangat mudah bagi Allah Subhanallahu wata’ala. Ini adalah nikmat yang luar biasa dari Allah Subhanallahu wata’ala kepada kalian wahai kaum musyrikin! Jika menciptakan bumi yang sedemikian hebat untuk kalian adalah mudah, maka membangkitkan kalian tentu juga mudah.
Lalu mulailah Allah Subhanallahu wata’ala menyebutkan karunia-karunia-Nya kepada mereka, sehingga tampaklah kekuasaan Allah dan kemaha mampuan Allah Subhanallahu wata’ala serta kemaha Esaan Allah Subhanallahu wata’ala.
7) وَالْجِبَالَ أَوْتَاداً
“dan gunung-gunung sebagai pasak.” (QS An-Naba’ : 7)
أَوْتَاداً dalam bahasa arab adalah bentuk jamak (plural) dari الوَتَدُ yang artinya adalah pasak. Jika kita ingin mendirikan kemah, maka kita perlu menancapkan semacam paku baik dari besi maupun dari kayu. Kita tancapkan terlebih dahulu dengan kuat kemudian kita ikat tali penyangga kemah tersebut. Kalau perlu kita memasang lima atau enam pasak/paku tersebut, atau minimal empat pasak sehingga kemah tersebut tegak dan tidak jatuh. Gunung yang Allah Subhanallahu wata’ala tancapkan ke bumi ini semacam pasak. Kabar ini diucapkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala 1400 tahun yang lalu. Di jaman sekarang yang semakin modern ini, setelah orang-orang melakukan penggalian-penggalian, mereka kemudian mengetahui bahwasanya gunung itu sangat tinggi, baik yang menjulang ke atas maupun yang menjulang ke bawah. Dari sini diketahui bahwasanya gunung itu bukanlah tumpukan tanah di atas permukaan bumi, akan tetapi dia tertancapkan ke bawah ibarat paku/pasak yang ditanamkan. Sehingga akan kita dapati kawah gunung itu berada di bawah permukaan tanah dan terus ke bawah. Akar gunung itu menjulang ke dalam jauh bahkan sebagian ahli dalam hal ini mengatakan bahwa bagian gunung yang muncul di atas permukaan bumi hanyalah 1/3 bagian. Jika kita menancapkan paku untuk membuat ikatan dari kemah, maka kita akan menancapkannya dengan dalam, yang kita sisakan hanya sebagian kecil agar paku tersebut kuat mengikat tali. Seperti itulah gunung-gunung yang ditancapkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala di atas muka bumi agar bumi ini tidak bergetar. Hal ini diucapkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala 1400 tahun yang lalu dan baru diketahui akan kebenarannya bahwasanya gunung itu tidak terhamparkan seperti tanah yang dihamburkan ke atas kemudian menggunung melainkan tertancapkan. Bukan seperti gunung di padang pasir yang bisa berpindah-pindah karena ditiup angin. Hal ini disebabkan karena gunung yang ada di padang pasir tidak tertancapkan di dalam bumi, tetapi ia hanyalah sekedar kumpulan pasir yang berada di atas daratan. Karenanya jika seseorang masuk ke dalam gurun/padang pasir, susah baginya untuk keluar, karena tidak ada gunung yang bisa dijadikan patokan, disebabkan gunung-gunung tersebut bisa berpindah-pindah tertiup angin. Adapun gunung bumi maka ia tertancap kuat di bawah tanah, makanya Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan أَوْتَاداً “gunung-gunung yang kami pasakkan.”
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala mengingatkan kenikmatan yang lain yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
8) وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجاً
“dan kami jadikan kalian berpasang-pasangan”
Ini merupakan nikmat dari Allah Subhanallahu wata’ala, Allah menjadikan setiap makhluk berpasang-pasangan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan” (QS Adz-Dzariyat : 49)
Para ulama mengatakan tentang faidah Allah Subhanallahu wata’ala menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.
Yang pertama, Allah Subhanallahu wata’ala ingin menjelaskan bahwa Dia Maha Esa tidak butuh dengan pasangan.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Dialah Allah yang maha esa” (QS Al-Ikhlas : 1)
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (101)
Dia (Allah) Pencipta langit dan bumi. Bagaimana (mungkin) Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu (QS Al-An’aam : 101)
وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا (3)
Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak (QS Al-Jinn : 3)
Allah Subhanallahu wata’ala tidak butuh dengan sesuatu pun, Allah Subhanallahu wata’ala tidak butuh kepada anak dan juga tidak butuh kepada pasangan. Semua makhluk yang Allah ciptakan adalah berpasang-pasangan. Contohnya manusia, ada Adam dan Hawa, ayah dan ibunda kita, kemudian setiap manusia pun demikian ada laki-laki dan ada pula perempuan, hewan-hewan pun demikian ada jantan dan ada betina, bahkan dalam hal listrik pun ada positif dan ada negatif. Hampir semua perkara ada pasangannya, menunjukkan bahwasanya Maha Esa lah yang menciptakan pasangan-pasangan tersebut. Ini adalah nikmat luar biasa yang Allah Subhanallahu wata’ala berikan. Bagaimana Allah Subhanallahu wata’ala menjadikan lelaki dan wanita berpasangan yang saling membutuhkan diantara mereka yang tidak mungkin seorang lelaki bisa tenteram dan merasa nyaman kecuali ada wanita/istri yang mendampinginya. Bahkan Allah Subhanallahu wata’ala menjadikan pasangan tersebut sebagai tanda-tanda kebesaran Allah Subhanallahu wata’ala, tanda-tanda bahwa Allah adalah Sang Pencipta, sebagaimana dalam firman-Nya :
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS Ar-Ruum : 21)
Fungsinya adalah لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا yaitu agar kalian merasa tenang bersama istri-istri kalian tersebut. Mustahil seorang lelaki normal bisa hidup dengan tenang tanpa ada pasangan di dalam hidupnya. Diantara nikmat dari Allah Subhanallahu wata’ala ialah Dia menumbuhkan kebutuhan seorang lelaki dengan pasangannya tersebut. Allah Subhanallahu wata’ala pula lah yang menumbuhkan rasa kasih sayang diantara pasangan tersebut.
Demikian juga dengan menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, menunjukkan akan kekuasaan Allah karena bisa menciptakan dua hal yang saling berlawanan dan kontradiktif. Allah menciptakan surga, namun Allah juga menciptakan lawannya yaitu neraka. Allah menciptakan malaikat Jibril, namun Allah juga menciptakan Iblis. Allah menciptakan Fir’aun, namun Allah juga menciptakan Musa ‘alaihis salam.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
9) وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتاً
“dan kami jadikan tidur kalian untuk istirahat”
سُبَاتاً dalam bahasa arab artinya istirahat. Ini juga merupakan anugerah dari Allah Subhanallahu wata’ala. Seandainya seseorang bekerja terus-menerus tanpa istirahat niscaya dia akan binasa. Oleh karena itu, Alah menjadikan seseorang lelah sehingga dia butuh dengan istirahat.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
10) وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاساً
“dan kami jadikan malam sebagai pakaian dari kalian”
Sebagian ahli tafsir mengatakan, seseorang yang memasuki malam hari, maka malam tersebut yaitu gelapnya malam akan meliputi dia. Pada zaman dahulu tatkala lampu belum ada begitupun penerangan lainnya, manusia sering berada dalam keadaan gelap. Seseorang tidak akan membuka pakaiannya kecuali di malam hari ketika dia sudah tertutupi oleh gelapnya malam, karenanya dia tidak malu untuk membuka pakaiannya. Sehingga seakan-akan Allah Subhanallahu wata’ala menjadikan malam-malam tersebut sebagai ganti dari pakaiannya.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
11) وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشاً
“dan kami jadikan siang hari sebagai tempat mencari kehidupan (untuk mencari ma’isyah)”
Para ulama menyebutkan sunnatullah (aturan Allah Subhanallahu wata’ala) bahwa malam adalah waktu istirahat dan siang adalah waktu mencari nafkah dan mencari kehidupan. “barang siapa yang merubah tatanan ini maka dia akan ditimpa dengan berbagai macam gangguan”. Seseorang yang harusnya menjadikan malamnya sebagai waktu istirahat dan siang sebagai waktu bekerja namun dia balik menjadi siang untuk tidur dan malam untuk kelayapan maka dia akan terganggu, tubuhnya tidak akan segar meskipun waktu tidurnya di siang hari lebih banyak. Tetap saja dia tidak akan merasakan kelezatan sebagaimana yang dia rasakan ketika dia tidur pada malam hari selama 8 jam, meskipun pada siang hari tidurnya lebih panjang. Hal ini terjadi karena dia mengubah tatanan, yang seharusnya malam menjadi tempat istirahat, namun dia ubah malamnya menjadi tempat untuk mencari penghidupan dan siangnya menjadi tempat untuk istirahat. Orang seperti ini kehidupan yang dia jalani tidak akan berjalan dengan normal, dia akan merasakan gangguan kesehatan, gangguan dalam pikirannya, dan berbagai hal lainnya.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman lagi tentang anugerah yang Dia berikan :
12) وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعاً شِدَاداً
“dan kami bangun di atas kalian 7 langit yang kokoh”
Langit yang berada di atas kita ada sebanyak 7 lapis, jarak antara langit satu dengan langit lainnya membutuhkan perjalanan yang sangat jauh. Ini menunjukkan bagaimana luasnya ke-Maha kuasaan Allah Subhanallahu wata’ala. Langit yang kita saksikan ini tidak diketahui dimana penghujungnya. Allah Subhanallahu wata’ala menegakkannya tanpa pasak dari bumi dan langit juga lebih luas daripada bumi ini. Padahal kita tahu pada umumnya yang berada di atas itu lebih kecil daripada yang di bawah. Kemudian yang di atas itu lebih butuh daripada yang di bawah, apabila yang di bawah jatuh maka yang di atas juga akan jatuh, sehingga butuh pasak untuk menahan. Inilah yang sering kita lihat dalam praktek kehidupan sehari-hari, yang di atas lebih kecil daripada yang di bawah, yang di bawah menaungi yang di atas, dan yang di atas butuh dengan pasak agar dia tidak terjatuh. Namun hal ini tidak berlaku pada langit. Langit jauh lebih tinggi daripada bumi dan jauh lebih luas daripada bumi. Sementara itu tidak ada pasak yang tertancap dari bumi menuju langit padahal langit yang dengan kokohnya berada di atas kita bukan hanya satu lapis melainkan 7 lapis. Seseorang yang merenungkan hal ini akan menyadari bahwa dia adalah makhluk yang sangat kecil yang tidak ada tandingannya dengan bumi ini. Lantas bagaimana dengan kedahsyatan langit yang Allah Subhanallahu wata’ala bangun 7 lapis di atas bumi ini.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
13) وَجَعَلْنَا سِرَاجاً وَهَّاجاً
“dan kami jadikan pelita yang amat terang (yaitu matahari)”
Barangsiapa yang memperhatikan Al Quran, dia akan mengetahui bahwasanya Al Quran diturunkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Al Quran datang dengan lafal-lafal yang detail dan tidak mungkin keliru.
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS Fusshilat : 42)
Tidak akan ada kesalahan dari depan maupun belakang, dan dari arah manapun, karena diturunkan dari Allah Subhanallahu wata’ala.
Allah Subhanallahu wata’ala menyebutkan tentang matahari dimana Dia mengatakan :
وَجَعَلْنَا سِرَاجاً وَهَّاجاً “kami jadikan sinar yang وَهَّاجاً yaitu mengandung rasa panas”. Kata para ulama maksudnya adalah matahari. Matahari tidak disebut oleh Allah Subhanallahu wata’ala dengan Nur, berbeda dengan rembulan. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُوراً
“Dan Allah Subhanallahu wata’ala menjadikan pada langit-langit tersebut terdapat Nur” yaitu cahaya. Matahari oleh Allah Subhanallahu wata’ala dikatakan sebagai سِرَاجاyang bermakna sinar. Adapun rembulan dikatakan sebagai cahaya karena pantulan dari sinar tersebut. Ini menunjukkan betapa detailnya Al Quran yang Allah Subhanallahu wata’ala turunkan 1400 tahun yang lalu.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
14) وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجاً
“dan kami turunkan dari awan air yang banyak”
Diantara makna الْمُعْصِرَاتِdalam bahasa arab adalah awan yang sudah hitam yang mengandung butiran-butiran air dan siap diturunkan ke langit. Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجاً “dan kami turunkan dari awan tersebut air yang banyak”, yaitu hujan yang deras. ini merupakan nikmat dari Allah Subhanallahu wata’ala juga. Kemudian apa fungsi dari air yang turun tersebut? Kata Allah Subhanallahu wata’ala :
15) لِنُخْرِجَ بِهِ حَبّاً وَنَبَاتاً
“agar kami turunkan kami tumbuhkan dari air hujan tersebut”
حَبّاً adalah biji-bijian sedangkan نَبَاتاً adalah tumbuhan-tumbuhan. Biji-bijian disini mengandung segala bentuk biji-bijian yang merupakan makanan pokok manusia. Seperti beras, gandum, jagung, adas, fuul (kacang merah).
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala menyebutkan وَنَبَاتاً. Mengapa Alah menyebutkan biji-bijian terlebih dahulu? Karena biji-bijian merupakan makanan pokok yang hampir tidak mungkin hidup tanpa makanan tersebut. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan, sayur-mayur, buah-buahan, terkadang manusia itu tidak butuh terhadap sayur–mayur dan buah-buahan. Sehingga dalam penyebutannya, Allah Subhanallahu wata’ala pun menyebutkannya secara berurutan yaitu biji-bijian terlebih dahulu kemudian tumbuh-tumbuhan yang lainnya.
Setelah itu, Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan :
16) وَجَنَّاتٍ أَلْفَافاً
“kemudian kebun-kebun yang lebat”
Ayat ini adalah bagian terakhir yang berisi tentang karunia-karunia yang beraneka ragam yang Allah Subhanallahu wata’ala berikan kepada manusia sebagai bukti bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala Maha Kuasa. Allah Subhanallahu wata’ala yang menumbuhkan tetumbuhan, Allah Subhanallahu wata’ala yang meninggikan langit, Allah Subhanallahu wata’ala yang telah menciptakan bumi, Allah Subhanallahu wata’ala yang telah memberikan dan menurunkan hujan ini. Ini semua menunjukkan akan kekuasaan Allah Subhanallahu wata’ala. Seakan-akan Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan kepada orang-orang musyrikin, “Hai orang-orang musyrikin, jika kami bisa melakukan itu semua, maka menghidupkan kembali yang telah menjadi tulang belulang adalah perkara yang mudah”.
Setelah itu Allah Subhanallahu wata’ala mulai menyebutkan tentang hari kiamat yaitu pembahasan selanjutnya setelah pembahasan sebelumnya yang menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang disebutkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Diantara cara belajar ilmu tafsir yang dilakukan oleh sebagian ulama adalah sebagian surat diklasifikasikan menjadi pokok-pokok bahasan, mulai dari paragraf pertama berbicara tentang ini, paragraf ke dua berbicara tentang itu, paragraf ketiga, dan seterusnya. Hal ini dilakukan agar kita bisa melihat maknanya secara kompleks atau secara keseluruhan dengan cara mengetahui masing-masing maksud dari setiap paragrafnya. Belajar ilmu tafsir memang butuh kesabaran untuk mempelajarinya bagian per bagian, terutama surat-surat yang sering kita baca. Sebisa mungkin surat-surat yang ada di juz ‘amma dihafalkan dengan baik dan dipelajari tafsirnya dengan cermat secara bertahap.
Setelah itu masuk ke dalam pembahasan yang baru, Allah Subhanallahu wata’ala menjelaskan tentang dahsyatnya hari kiamat. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
17) إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتاً
“sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang sudah ditetapkan”
Yaitu hari kiamat yang pasti datangnya. Barang siapa yang meninggal dunia maka dia telah memasuki kiamat kecil. Dan selanjutnya dia akan memasuki alam akhirat. Hari kiamat sudah tegak baginya meskipun kiamat kubra (kiamat besar, untuk semua makhluk) belum datang. Setiap manusia telah ditentukan kiamat baginya, berbeda dengan datangnya hari kiamat besar maka tidak ada yang mengetahui waktunya kecuali Allah Subhanallahu wata’ala. Memang benar Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassallam telah mengabarkan bahwa hari kiamat akan terjadi pada hari jumat, tetapi tidak ada yang mengetahui hari jumat tersebut jatuh pada minggu, bulan, dan pada tahun yang mana. Dia akan datang dengan tiba-tiba, dan kedatangannya tersebut adalah sesuatu yang pasti. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتاً
“sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang sudah ditetapkan”
Allah Subhanallahu wata’ala menamakannya dengan hari keputusan/hari pembeda. Sehingga salah satu nama hari kiamat adalah hari pembeda. Karena pada hari tersebut Allah Subhanallahu wata’ala akan bedakan antara kebenaran dengan kebathilan, antara orang yang dzalim dan orang yang di dzalimi, antara yang mukmin dan yang kafir, semua dibedakan pada hari tersebut. Allah Subhanallahu wata’ala juga akan membedakan antara penghuni surga dan penghuni neraka.
Ketahuilah bahwa pada hari tersebut seluruh atribut akan ditinggalkan dan seluruh pangkat serta jabatan akan ditinggalkan. Di hari kiamat kelak tidak ada kecuali 2 golongan : sebagian di surga, sebagian di neraka jahannam. Tidak ada lagi perbedaan kaya dan miskin, si kaya tidak bisa sombong pada hari tersebut. Si panglima dan jenderal tidak akan bisa sombong pada hari tersebut. Dia tidak akan menampakkan jabatannya, tetapi dia akan termasuk ke dalam 2 golongan, apakah masuk surga atau masuk neraka. Oleh karena itu, hari itu adalah yaumal fashli yaitu hari pembeda antara hak dan bathil, hari pembeda antara yang beriman dan yang kafir, hari pembeda antara yang dibenarkan dan yang didustakan.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala menyebutkan :
18) يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجاً
“pada hari tersebut sangkakala ditiup lalu kalian akan datang berkelompok-kelompok”
Pada hari kiamat akan terjadi 2 tiupan sangkakala dan hari kebangkitan akan terjadi pada tiupan yang kedua. Yang akan meniupkan sangkakala adalah malaikat israfil yang disebut dengan shahibul qarn. Dia akan meniup semacam bom dengan tiupan yang sangat dahsyat sehingga tatkala tiupan pertama :
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ
“maka seluruh yang hidup di langit dan di bumi akan meninggal/mati tatkala itu, kecuali yang Allah Subhanallahu wata’ala hendaki.” (QS Az-Zumar : 68)
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman dalam lanjutan ayat tersebut:
ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“kemudian ditiupkan dengan tiupan yang kedua tiba-tiba manusia seluruhnya bangkit”.
Dalam ayat ini Allah Subhanallahu wata’ala menyebutkan bahwa kebangkitan terletak pada tiupan yang kedua. Adapun jarak antara tiupan pertama dan kedua adalah 40. Namun 40 yang dimaksud tidak diketahui secara pasti apakah 40 hari atau 40 bulan atau 40 tahun karena sang perawi lupa apa yang didengar dari Nabi Shallahu ‘alaihi wassallam, hanya saja Nabi Shallahu ‘alaihi wassallam berkata jarak tiupan pertama dan tiupan kedua adalah 40. Dan tatkala tiupan sangkakala yang kedua “فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ” maka semuanya pun dibangkitkan. Kata Allah Subhanallahu wata’ala : “فَتَأْتُونَ أَفْوَاجا“ kalian akan datang kepada kami dalam keadaan berkelompok-kelompok. Pada hari tersebut kata Allah Subhanallahu wata’ala :
19) وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَاباً
“maka langit-angit akan dibukakan”
Langit-langit yang kita saksikan sekarang tidak ada lubang dan tidak ada celahnya sama sekali. Namun pada hari kiamat akan terbuka, akan banyak pintu-pintu yang Allah Subhanallahu wata’ala bukakan. Karena pada hari tersebut malaikat akan turun, dan kita tahu bahwa malaikat penghuni langit amatlah banyak. Oleh karena itu, dalam suatu hadits Nabi berkata :
إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ، وَأَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ، أَطَّتِ السَّمَاءُ وَحَقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَّ، مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلَّا عَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ
“Sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak lihat, dan aku mendengar apa yang kalian tidak mendengarnya. Langit terasa berat dan pantas bagi langit untuk terasa berat. Tidak ada satu tempat seukuran empat jari kecuali ada malaikat yang sujud di atasnya” (HR Ahmad no 21516, At-Tirmidzi no 2312 dan Ibnu Maajah no 4190 dengan sanad yang hasan)
أَطِيْطٌ asalnya adalah suara yang keluar dari rahil (pelana onta yang terbuat dari kayu) tatkala diduduki oleh penunggang onta. Atau suara rintihan onta tatkala dibebani dengan beban yang sangat berat. Maksud dari hadits di atas adalah langit seakan-akan merasa keberatan karena betapa banyaknya malaikat yang menempati langit.
Pada hari kiamat kelak langit-langit akan terbelah dan terbuka menjadi seperti pintu-pintu, para malaikat itu pun turun (lihat Tafsir Al-Baghowi 8/313). Hal ini sebagaimana firman Allah :
وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّماءُ بِالْغَمامِ وَنُزِّلَ الْمَلائِكَةُ تَنْزِيلًا
‘’Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang’’ (QS Al-Furqon : 25)
Pendapat yang lain menyatakan bahwa langit-langit pada hari kiamat terbelah-belah sehingga menjadi seperti potongan-potongan kayu seperti pintu-pintu (Lihat Tafsir At-Thobari 24/19).
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
20) وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَاباً
“dan dijamakkanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah dia”
Gunung-gunung di akhirat kelak akan diangkat oleh Allah Subhanallahu wata’ala kemudian diterbangkan di udara lalu dihancurkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Dan ini terjadi tatkala tiupan sangkakala yang pertama dimana bumi ini akan dihancurkan dan digoncangkan dengan sedahsyat-dahsyatnya. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam banyak surat. Allah akan menggantikan bumi ini dengan yang lain, bumi di padang mahsyar yang dijadikan sebagai tempat untuk kita dihisab oleh Allah bukanlah bukanlah bumi yang sekarang kita pijak. Allah mengatakan:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْض
“pada hari dimana Allah akan gantikan bumi dengan bumi yang lain.” (QS Ibrahim : 48)
Bumi yang akan kita pijak di padang mahsyar nanti berbentuk datar, tidak ada gunung dan tidak ada lembah. Semua gunung dihancurkan oleh Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا
“mereka bertanya kepada engkau tentang gunung-gunung, katakanlah “Tuhanku akan menghancurkan (pada hari kiamat) sehancur-hancurnya“. (QS Thaha : 105)
Gunung-gunung besar yang sekarang kita saksikan akan hancur lebur menjadi seperti fatamorgana, dari kejauhan terlihat seperti air, namun dari dekat ternyata adalah debu-debu yang berterbangan (lihat Tafsir At-Thobari 24/20).
Kemudian Allah berfirman :
21) إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا
“sesungguhnya neraka jahannam itu sebagai tempat pengintai”.
Setelah Allah menyebutkan tentang dahsyatnya hari kiamat, Allah kemudian menyebutkan pembahasan selanjutnya yaitu tentang neraka jahannam. Sesungguhnya para penjaga neraka akan mengintai, terutama mengintai manusia yang sedang melewati shirath (jembatan yang terbentang di atas neraka). Neraka mengintai untuk menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Neraka jahannam mengintai siapa? Allah kemudian berfirman :
22) لِلطَّاغِينَ مَآبًا
“merupakan tempat kembali bagi orang-orang yang melampui batas“.
Ini adalah ancaman bagi orang-orang musyirikin, orang-orang kafir, orang-orang yang melakukan kedzhaliman dan melampui batas di atas muka bumi ini. Merekalah yang diintai dan ditunggu oleh neraka jahannam.
23) لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا
“mereka akan tinggal dalam waktu yang lama di neraka jahannam“
Ada khilaf diantara para ulama tentang makna أَحْقَابًا. أَحْقَابًا adalah bentuk jamak dari حُقُبْ. Sebagian salaf menafsirkan حُقُبْ dengan 70 tahun, ada yang mengatakan 80 tahun, dan ada pula yang mengatakan 300 tahun.
Maksud dari pendapat-pendapat di atas adalah dengan perhitungan setiap harinya seperti 1000 tahun di dunia. Sehingga yang berpendapat bahwa الْحُقْبُ adalah 70 tahun berarti setiap tahunnya ada 12 bulan, kemudian setiap bulannya 30 hari, dan setiap harinya 1000 tahun. Maka satu al-huqub ada 1000 tahun kali 30 (hari) kali 12 (bulan) kali 70 (tahun) sama dengan 25 juta tahun lebih dengan ukuran tahun di dunia. Adapun pendapat yang mengatakan satu al-huqub adalah 300 tahun tentu lebih banyak lagi.
Namun dalam ayat ini Allah tidak mengatakan satu al-huqub akan tetapi Allah menyatakan dengan lafal jamak yaitu أَحْقَابًا (banyak huqub) yang intinya adalah orang-orang yang berbuat bermaksiat melampaui batas akan tinggal di neraka jahannam dalam waktu yang sangat lama. Jika mereka orang-orang kafir maka خَالِدَيْنِ فِيهَا “kekal dalam neraka tidak akan keluar”. Yaitu jika selesai al-huqub yang pertama akan datang al-huqub yang kedua, begitu seterusnya sampai tiada penghujungnya.
Jika mereka orang-orang yang berbuat dzhalim, tetapi tidak kafir dan juga tidak musyirik maka mereka akan tinggal di neraka jahannam dalam waktu yang lama, boleh jadi ratusan ratusan tahun, ribuan tahun, atau bakan jutaan tahun, tentu ini adalah waktu yang sangat lama.
Oleh karena itu, hendaknya seseorang itu jangan mengatakan, “meskipun saya bermaksiat namun saya masih islam, saya akan diadzab oleh Allah dan suatu saat saya akan dikeluarkan dan dimasukkan kedalam surga.” Apa yang dikatakannya memang benar karena seorang muslim tidak akan kekal di dalam neraka, dan ini adalah aqidah ahlussunnah. Yang kekal dalam neraka jahannam adalah orang-orang musyrik dan orang-orang kafir, adapun orang muslim dia tidak akan kekal di neraka, dia akan diadzab namun dia akan dikeluarkan. Tetapi hendaklah diingat bahwasanya jika seorang muslim telah diadzab maka ingatlah bahwa أَحْقَابًا sangat lama, bukan waktu yang sebentar. Jangan sampai seseorang mirip dengan keyakinan orang-orang Yahudi yang berkata :
وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (80) بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (81)
Dan mereka (Yahudi) berkata: “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”. Katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (QS Al-Baqarah : 80-81)
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُدْعَوْنَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ وَهُمْ مُعْرِضُونَ (23) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ وَغَرَّهُمْ فِي دِينِهِمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; kemudian sebagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah karena mereka mengaku: “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan . (QS Ali-Imran : 23-24)
Barang siapa yang masuk ke dalam neraka jahannam niscaya dia akan merasakan kepedihan yang amat sangat dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, kita berlindung kepada Allah dari siksa api neraka jahannam.
Ibnu Katsir menyebutkan salah satu pendapat yang menyatakan bahwa firman Allah أَحْقَابًا berkaitan dengan ayat sesudahnya yaitu (mereka tidak akan merasakan dalam neraka jahannam kesejukan dan juga tidak ada minuman), artinya mereka akan disiksa dengan siksaan tersebut (tidak ada kesejukan dan tidak ada minuman) selama أَحْقَابًا, setelah itu Allah akan memberikan jenis-jenis penyiksaan yang lainnya.
Kemudian kata Allah Subhanallahu wata’ala tentang orang-orang yang masuk kedalam neraka Jahannam :
24) لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْداً وَلَا شَرَاباً
“mereka tidak akan merasakan dalam neraka jahannam kesejukan dan juga tidak ada minuman”
Yang dirasakan oleh mereka keseluruhannya adalah kepanasan. Tidak ada air minum yang bisa menghilangkan kehausan mereka. Bayangkan tatkala orang dikumpulkan di padang mahsyar mereka menunggu di hari yang sangat panjang yang 1 harinya seperti 50.000 tahun. Matahari pada saat itu jaraknya satu mil sehingga semua orang dalam kondisi kepanasan pada hari tersebut. Mereka merasakan dahaga yang sangat dan rasa lapar yang sangat.
Para penghuni surga akan diberikan minuman, akan diberikan kelezatan didalam surge. Adapun penghuni neraka, maka rasa lapar yang amat sangat akan menyerang mereka, rasa haus yang amat sangat akan menyerang mereka. Mereka tidak akan menemukan rasa dingin sama sekali di dalamnya, melainkan kepanasanlah yang akan mereka rasakan. Mereka merasa tidak mendapatkan air minum sama sekali. Karena sebenarnya Allah Subhanallahu wata’ala menyediakan air untuk mereka, namun air tersebut sebagaimana firman Allah Subhanallahu wata’ala :
25) إِلَّا حَمِيماً وَغَسَّاقاً
“kecuali air yang mendidih dan nanah”
حَمِيماً adalah air panas yang berada puncak panasnya. وَغَسَّاقاً kata para ulama adalah air yang dinginnya luar biasa tetapi bukan berasal dari air melainkan dari nanahnya penghuni neraka jahannam. Dari luka penghuni neraka, keringat mereka, dan nanah mereka, dikumpulkan dan didinginkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala kemudian dijadikan air minum untuk mereka. Sesungguhnya ini sangat menyiksa mereka. Selain itu minuman mereka tersebut sangat berbau busuk -sebagaimana penjelasan al-Hafiz Ibnu Katsir dalam tafsirnya-. Jadi di neraka jahannam nanti ada sebagian penghuni neraka yang disiksa dengan panas yang amat parah dan terkadang pula disiksa dengan dingin yang amat parah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اشْتَكَتِ النَّارُ إِلَى رَبِّهَا، فَقَالَتْ: يَا رَبِّ أَكَلَ بَعْضِي بَعْضًا، فَأَذِنَ لَهَا بِنَفَسَيْنِ، نَفَسٍ فِي الشِّتَاءِ، وَنَفَسٍ فِي الصَّيْفِ، فَهْوَ أَشَدُّ مَا تَجِدُونَ مِنَ الْحَرِّ، وَأَشَدُّ مَا تَجِدُونَ مِنَ الزَّمْهَرِيرِ
Neraka mengeluh kepada Rabb-nya seraya berkata, “Ya Rabbku, sebagian dariku memakan sebagian yang lainnya”. Maka Allah memberi izin baginya dengan dua hembusan, hembusan tatkala musim panas dan hembusan tatkala musim dingin. Maka itulah panas yang paling parah yang kalian rasakan dan dingin yang paling parah yang kalian rasakan.” (HR Muslim No. 617)
Kita tahu bahwa orang yang tinggal pada tempat yang bersuhu 1 derajat atau di bawah minus 1 derajat, maka orang tersebut akan merasa sangat tersiksa karena dingin yang menusuk ke dalam tulangnya. Jadi neraka jahannam bukan hanya berbentuk api yang amat panas tapi juga rasa dingin yang amat parah. Dan ini mudah bagi Allah Subhanallahu wata’ala untuk menggabungkan dalam satu tempat, ada yang dingin ada yang panas. Kita saksikan sebagian alat seperti AC atau kulkas. Kulkas dalamnya dingin, namun belakangnya panas. Demikian juga AC, mesinnya panas tetapi mengeluarkan udara yang dingin. Sehingga sangat mudah bagi Allah Subhanallahu wata’ala membuat neraka jahannam memiliki tempat yang sangat panas dan tempat yang sangat dingin. Ada حَمِيماً yaitu air yang sangat panas dan وَغَسَّاقاً yaitu nanah darah penghuni neraka jahannam yang sangat dingin yang jika diminum akan sangat menyiksa orang yang meminumnya.
Mengapa para penghuni neraka tetap meminum minuman seperti ini padahal mereka tahu bahwa minuman tersebut hanya akan menambah siksaan bagi mereka, kata para ulama karena saking dahaganya sehingga harus ada sesuatu yang harus mereka masukkan ke dalam mulut mereka. Mereka sampai tidak peduli lagi apa yang mereka masukkan ke dalam mulutnya, meskipun mereka tahu bahwa meminum air panas hanya akan merusak isi perut mereka. Keadaannya sama seperti orang-orang yang kecanduan morfinis dan semacamnya, mereka ingin terus menghirupnya bahkan kadang dijumpai orang yang rela menggoret-goret tubuhnya untuk menghirup darahnya yang mengandung heroin tersebut. Mereka terpaksa melakukannya meskipun merasakan penderitaan. Demikian juga orang-orang musyrikin ketika merasakan dahaga yang amat sangat, mereka harus minum apapun yang bisa diminum. Meskipun air yang diminum adalah air panas yang bisa memotong-motong isi perut mereka, mereka tidak peduli yang penting bisa minum. Bahkan nanah dari para penghuni nereka jahannam yang terkumpulkan terpaksa diminum karena rasa dahaga yang amat yang mereka rasakan. Inilah air minum yang disediakan Allah Subhanallahu wata’ala untuk mereka.
Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
26) جَزَاءً وِفَاقاً
“sebagai balasan yang setimpal”
Allah Subhanallahu wata’ala Maha Adil. Allah Subhanallahu wata’ala memberikan balasan seperti itu karena keadilan Allah Subhanallahu wata’ala. Allah membalas sesuai dengan apa yang mereka lakukan selama di dunia berupa kerusakan.
Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
27) إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَاباً
“sesungguhnya mereka tidak berharap kepada yaumal hisab (hari perhitungan)”
Orang-orang musyrikin tidak mau dan dan takut akan adanya perhitungan terhadap amal perbuatan mereka di dunia. Padahal mereka akan menemukan hari tersebut.
Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
28) وَكَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا كِذَّاباً
“mereka benar-benar mendustakan ayat kami”
Mereka tahu apa yang mereka kerjakan kebanyakannya adalah maksiat. Seandainya mereka tahu bahwa mereka akan dihisab niscaya mereka tidak akan melakukan kemaksiatan. Karenanya mereka tidak meyakini adanya hisab, bahkan mereka tidak mau adanya hisab dan mereka takut adanya hisab. Mereka kemudian mendustakan ayat-ayat Allah Subhanallahu wata’ala yang menjelaskan tentang yaumul hisab, ayat-ayat tentang hari kebangkitan, dan ayat-ayat tentang hari persidangan. Kemudian Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
29) وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَاباً
“segala sesuatu dicatat oleh Allah Subhanallahu wata’ala”
Tidak ada kemaksiatan apapun yang luput dari catatan Allah Subhanallahu wata’ala dan akan dihadirkan. Mereka akan melihat apa yang telah mereka lakukan, tidak ada kemaksiatan yang mereka lakukan kecuali telah dicatat.
Allah Subhanallahu wata’ala berfirman:
30) فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَاباً
ini ayat yang paling mengerikan, kata Allah Subhanallahu wata’ala :
“rasakanlah adzab Allah Subhanallahu wata’ala maka kami tidak akan menambah pada kalian kecuali adzab”.
Ketika mereka diadzab di nereka jahannam dengan berabagai macam siksaan, siksaan yang mereka rasakan tidaklah satu jenis melainka setiap harinya bertambah kadar siksaannya. Orang yang diadzab di neraka Jahannam, mereka akan diadzab dengan beraneka ragam variasi siksaan yang semakin bertambah kerasnya.
Ini adalah ayat yang sangat ditakutkan oleh para penghuni neraka Jahannam. Sampai-sampai Abdullah bin ‘Amr berkata :
مَا أُنْزِلَتْ عَلَى أَهْلِ النَّارِ آيَةٌ قَطٌّ أَشَدُّ مِنْهَا
“Tidak pernah turun satu ayatpun yang lebih berat kepada penghuni neraka dari pada ayat ini” (Fathul Qodiir 5/444)
Bersambung Insya Allah…